Selasa, 07 Mei 2019

Laporan Praktikum Kimia Organik I Keisomeran Geometris " Pengubahan Asam Maleat menjadi Asam FUmarat" (Perc.09)

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I



DISUSUN OLEH :
                                    NAMA      : DITYA FAJAR NURSAHFITRI
                                    NIM          : A1C117061
                                    KELAS     : REGULER A

DOSEN PENGAMPU :
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.

PEROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019


Perlakuan
Hasil
1.
Menggerus sampel asam maleat (apel hijau)
Ekstrak diambil 20 ml, awalnya keruh tapi teroksidasi menjadi warna coklat
2.
Dimasukkan ke labu dasar bulat, ditambahkan HCl 15 ml
Warna larutan cokelat tua
3.
Sampel direfluks selama 10 menit
Warna sampel menghitam dan menggelegak
4.
Disaring sebanyak 2 kali penyaringan dengan corong Buchner
Warna endapan hitam, warna filtrat cokelat pekat
5.
Dijenuhkan dalam batu es
Bau filtrat = karamel
Warna coklat
VIII. Data Pengamatan



IX. Pembahasan
       Percobaan keisomeran geometris ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui azas daar keisomeran ruang khususnya isomer geometris dan perbedaan konfigurasi cis dan trans secara fisika dan kimia. Seharusnya pada percobaan ini digunakan asam maleat murni untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai harapan. Namun karena keterbatasan bahan (tidaktersedianya) asam maleat murni sehingga kami berinisiatif mencari bahan pengganti yang mengandung asam maleat. Kami cari pada beberapa literatur baik berupa web dan lain sebagainya, akhirnya kami menggunakan apel hijau yang dikatakan mengandung asam maleat. Perubahan bahan yang digunakan tersebut maka merubah beberapa langkah pada prosedur kerja yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/20/keisomeran-geometri-transformasi-asam-maleat-menjadi-asam-fumarat/).
        Percobaan ini dilakukan dengan cara  menyiapkan sampel terlebih dahulu, dimana sampel yang kami gunakan pada percobaan ini adalah Apel hijau yang mengandung asam maleat, dimana nantinya asam maleat dapat berubah menjadi asam fumarat seperti yang diharapkan. Pertama pada persiapan sampel ini, apel digerus atau ditumbuk untuk diambil airnya (diekstrak buah apel yang disiapkan). Ekstrak yang kami ambil sebanyak 20 ml. Dimana saat kami amati warna ekstrak tersebut di awalnya hanya keruh. Namun lama-kelamaan warna dari ekstrak tersebut berubah menjadi kecoklatan. Kemudian ekstrak tersebut kami masukkan ke dalam labu dasar bulat lalu ditambahkan dengan 15 ml HCl. Sepanjang proses penambahan tersebut kami amati lagi warna larutan yang timbul. Ternyata warna larutan berubah menjadi lebih pekat atau dapat dikatakan menjadi coklat tua. Lalu labu dasar bulat (yang berisi Ekstrak apel hijau + HCl 15 ml) tadi kita refluks selama 10 menit lalu diamati perubahannya pada larutan tersebut. Setelah 10 menit berlalu kami keluarkan labu tersebut dari alat refluks lalu kami amati. Ternyata benar ada perubahan pada larutan ekstrak tadi. Warna sampel yang direfluks berubah menjadi hitam (menghitam) dan juga menggelegak. Saat itu diperkirakan suhunya sekitar 70-80°C. Kemudian hasil refluks tadi kami saring sebanyak dua kali penyaringan dengan menggunakan corong Buchner. Dimana kami dapati warna filtratnya cokelat pekat dan warna endapan yang tersaring pada kertas saring bewarna hitam. Kemudian filtrat yang didapatkan kami jenuhkan di dalam batu es, dan kami tidak mendapatkan apa-apa. Hanya saja sepengamatan kami warna filtrat tetaplah coklat. Namun pada bau filtratnya tercium seperti bau karamel. Sehingga dapat kami perkirakan bahwasannya percobaan yang kami lakukan masih belum berhasil.

X. Pertanyaan Pasca
1.    Pada percobaan tersebut apa yang menyebabkan warna ekstrak apel hijau berubah dari keruh menjadi kecoklatan?
2.    Mengapa percobaan tersebut masih belum bisa dikatakan berhasil?
3.    Apa yang menyebabkan kegagalan pada percobaan keisomeran geometris menggunakan apel hijau terjadi?

XI. Kesimpulan
       Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.   Isomer memiliki pengertian sebagai beberapa senyawa yang memiliki rumus molekul yang sama, tetapi memilliki rumus struktur senyawa-senyawa yang berbeda, sehingga hal tersebut menyebabkan adanya kesamaan sifat dan juga perbedaan sifat yang dimiliki oleh senyawa tersebut.
2.   Keisomeran dibagi menjadi beberapa macam seperti isomer geometris. Isomer geometris memiliki perbedaan yang terletak pada susunan ruang molekul yang ada. Misalnya diantara 2 senyawa ini, yaitu asam fumarat dan asam maleat yang mempunyai rumus struktur sama. Tetapi jika dilihat keduanya memiliki susunan yang berbeda. Asam fumarat adalah bentuk transnya dan asam maleat adalah bentuk cisnya.
3.    Asam maleat berubah menjadi asam fumarat memiliki prosesnya sendiri. Dimana perubahan tersebut terjadi saat dilakukan refluks dengan bantuan katalis HCl dan juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan yang dilakukan yaitu sekitar 70-80°C (batas titik didihnya), dimana suhu tersebut digunakan agar asam maleat tidak menguap dan berubah strukturnya.

XII. Daftar Pustaka
Keenan, Kleinfelter, Wood. 1992. Kimia untuk Universitas Jilid 2 Edisi Keenam. Erlangga: Jakarta.
Mulyono. 2005. Kimia Anorganik Dasar. Erlangga: Jakarta.
Syamsurizal (2019, 20 April). Sintesis Aseton. Dikutip pada tanggal 24 April 2019 di kimia organik http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/20/keisomeran-geometri-transformasi-asam-maleat-menjadi-asam-fumarat/ 
Tim Kimia Organik I. 2016. Penuntun Kimia Organik I. Jambi :Universitas Jambi.
Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta.

XIII. Lampiran 
1. Proses Penyaringan Pertama















2. Proses Kristalisasi















3. Hasil Filtrasi 















4. Penyaringan Kedua















5. Proses Refluks

Laporan Praktikum Kimia Organik I Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom (Perc.08)

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I



DISUSUN OLEH :
                                    NAMA      : DITYA FAJAR NURSAHFITRI
                                    NIM          : A1C117061
                                    KELAS     : REGULER A

DOSEN PENGAMPU :
Dr.Drs. SYAMSURIZAL, M.Si.

PEROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019



VIII. Data Pengamatan

7.1. Kromatografi lapis tipis


No.
Sampel
Jarak
Noda(cm)
Jarak
Eluen (cm)
Rf
1
Buahnaga
3,9
4,8
0,8125
2
Bayam
0,3
4,8
0,025
3
Nanas
3,8
4,8
0,79166
4
Bungakertas
2,5
4,8
0,520
5
Semangka
3,7
4,5
0,8222
6
wortel
3,9
4,5
0,8666
7
pepaya
3,8
4,5
0,8444
8
Kentang
0
4,5
0
9
Tomat
4,1
4,7
0,8723
10
Bungasepatu
4,0
4,7
0,8510


7.2. Kromatografikolom
No.
Sampel
Banyakbotol
Warna
Hasil TLC
1
Buahnaga
6 botol
Beningsemua
Tidakadanodaangbergerak
2
Bayam
4 botol
1  (bening) 2 (Hijau) 3 (hijaupudar ) 4 (bening)
Noda tidakada yang bergeraktetapitapinoda 1,2,3terlihatberwarnakekuninganpadagarisbawah plat.
3
Nanas
3 botol
1 (bening) 2 (kuningkeruh ) 3 (bening)
Noda tidaktampakdantidakbergerak
4
Bungakertas
                                                                                                                                                    5 botol
1 (bening) 2 (terdapatsepertiminak) 3 (agakkeruh) 4 dan 5 (bening)
Noda tidaktampakdantidakbergerak
5
Semangka
3 botol
1 (bening) 2 ( keruh ) 3 (bening)
Noda tidaktampakdantidakbergerak
6
wortel
3 botol
1 (bening) 2 (kuningcerah) 3 (bening)
Noda 1dan 3 tampakberwarnakrimpadagarisbawahtapitidakbergerak
7
pepaya
4 botol
1 (bening) 2 ( kekuningan) 3 dan 4 (bening)
Noda satutakterjadi apa2. Noda 2 dan 4 tampaknodakrimpadagarisbawahdanpadanoda 3 bergeraknaikdenganwarnakrim
8
Kentang
4 botol
1 (bening) 2 ( kuningkeruh) 3 dan 4 (bening)
Noda tidaktampakdantidakbergerak
9
Tomat
3 botol
1 (bening) 2 ( kemerahan) 3 (bening)
Padanodaketigaberwarna abu2 danbergraknaikkeatas
10
Bungasepatu
4 botol
1 (bening) 2 dan 3(keruh) 4 (keruhpudar)
Noda tidaktampakdantidakbergerak

IX. Pembahasan
8.1.   Kromatografi Lapis Tipis
              Percobaan ini dilakukan uuntuk membuat plat kromatografi lapis tipis dan mampu memisahkan senyawa dari campurannya dengan kromatografi lapis tipis lalu nantinya dimurnikan melalui kromatografi kolom. Percobaan kromatografi lapis ini (TLC : Thin Layer Chromatography). Dimana bahan penyerap yang digunakan dilekatkan tersebar pada plat kaca, aluminium ataupun plastik. Kelebihannya adalah pengerjaannya yang lebih cepat. Pada percobaan yang kami lakukan ini, pertama kali kami siapkan platnya. Dimana plat dipotong seukuran 5x3 cm kemudian pada bagian bawahnya dibuat garis bawah sebesar 0,5 cm.Nah, pada percobaan ini kami menggunakan 3 plat untuk 10 sampel ekstrak, sehingga 1 plat digunakan untuk 4 sampel dan ada yang 2 sampel. Kemudian pada plat tersebut nantinya akan ditetesi oleh sampel yang sudah diekstrak terlebih dahulu. Sampel yang kami gunakan disini ada 10 buah yaitu, naga (A), Bayam (B), Nanas (C), Bunga Kertas (D), Semangka (E), Wortel (F), Pepaya (G), Kentang (H), Tomat (I), Bunga Sepatu (J) yang diekstrak dan diambil sarinya untuk percobaan ini. Kemudian ekstrak tersebut di ambil (ekstrak A-D) dengan pipa kapiler lalu ditotolkan satu persatu pada plat yang sudah disiapkan sebelumnya. Penotolan tersebut dilakukan tepat pada garis batas bawah yang kita buat, kemudian plat tersebut dicelupkan dalam pelarut N-heksan : Etil Asetat (2:1) pada Chamber dan didiamkan beberapa waktu. Hal tersebut dilakukan juga pada sampel E-H (pada plat kedua) dan juga sampel I dan J (pada plat yang ketiga). Setelah ditunggu beberapa waktu, diliat hasil dari setiap plat, apakah ada pergerakan, perubahan warna atau hanya berada pada fase diamnya saja (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).
              Pada plat pertama (sampel A-D) dimana sampelnya adalah naga, bayam, nanas dan bunga kertas di dapatkan hasilnya. Dimana pada sampel pertama, yaitu naga (A) jarak pelarut atau eluen yang terjadi sepanjang 4,8 cm dan jarak noda yang terjadi itu berbeda-beda. Dimana pada ekstrak naga sepanjang 3,9 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8125. Kemudian pada ekstrak kedua bayam (B), didapatkan jarak pelarutnya juga 4,8 cm kemudian jarak noda yang terjadi sepanjang 0,3 cm sehingga nilai Rf yang didapatkan sebesar 0,025. Pada sampel ketiga nanas (C), didapatkan hasil dimana jarak pelarutnya sama dengan ekstrak sebelumnya yaitu 4,8 cm, kemudian untuk jarak nodanya didapatkan sepanjang 3,8 cm dan dihitung nilai Rfnya sebesar 0,79166. Selanjutnya pada sampel keempat bunga kertas (D) didapatkan jarak pelarut 4,8 cm kemudian untuk jarak nodanya didapatkan sepanjang 2,5 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,520.
              Pada plat kedua (sampel E-H) dimana sampel yang digunakan itu semangka, wortel, pepaya dan juga kentang didapatkan hasilnya. Dimana pada sampel pertama semangka (E) didapatkan hasil jarak pelarutnya (eluennya) sepanjang 4,5 cm dan jarak noda dari sampelnya sebesar 3,7 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8222. Kemudian pada sampel kedua wortel (F) didapatkan jarak pelarut atau eluen sepanjang 4,5 cm dan didapatkan jarak noda dari sampel sepanjang 3,9 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8666. Pada sampel ketiga yaitu pepaya (G) didapatkan jarak dari pelarut atau eluennya sepanjang 4,5 cm dan jarak noda yang terjadi sepanjang 3,8 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8444. Pada sampel keempat di plat ini Kentang (H) didapatkan jarak pelarut atau eluen sepanjang 4,5 cm dan jarak noda yang didapatkan adalah 0 cm atau dapat dikatakan bahwa noda ini tidak bergerak dan bertahan di fase diamnya, sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0.
              Pada plat ketiga yang hanya berisi 2 sampel saja yaitu ekstrak tomat (I) dan ekstrak bunga sepatu (J) didapatkan hasilnya. Dimana pada ekstrak tomat (I) didapatkan jarak pelarut atau eluennya sebesar 4,7 cm dan jarak nodanya sepanjang 4,1 cm sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8723. Kemudian untuk sampel yang kedua yaitu bunga sepatu didapatkan jarak pelarut atau eluennya sepanjang 4,7 cm juga sama sepertii sampel pertama, kemudian jarak noda ekstrak bunga sepatu ini didapatkan sepanjang 4 cm. Sehingga didapatkan nilai Rfnya sebesar 0,8510 cm. Jadi dapat dilihat bahwasannya pada setiap plat memiliki hasil jarak pelarut yang sama untuk masing-masing sampel yang berada di dalamnya, semisal keempat sampel pada plat pertama memiliki jarak pelarut yang sama yaitu 4,8 cm hal itu dikarenakan keempatnya berada pada plat yang sama dengan eluen yang sama (perbandingan yang sama).

8.2.   Kromatogfafi Kolom
Pada percobaan kromatografi kolom ini dilakuka dengan tujuan untuk memurnikan senyawa yang sudah dipisahkan pada kromatografi lapis tipis dan memisahkan secara kromatografi kolom. Dimana kromatografi kolm merupakan teknik yang penting pada pemisahan skala preparatif dari beberapa miligram sampai puluhan gram. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan kolom kaca yang diisi dengan bahan penyerap. Dimana pada percobaan yang kami lakukan kai ini, bahan penyerap yang kami gunakan adalah silika gel. Percobaan ini dilakukan dengan langkah peratama yaitu penyiapan sampelnya. Dimana sampel tersebut di ekstrak dengan tujuan mengambil sari-sari yang diperlukan pada percobaan ini. Sampel yang digunakan pada kromatografi ini sama dengan sampel yang digunakan dipercobaan sebelumnya yaitu kromatografi lapis tipis. Kemudian setelah penyiapan sampel, kami siapkan kolom yang sudah dirangkai dan siap digunakan. Dimana pada kolom itu kami sumbat dengan kapas dan kami tetesi dengan N-heksan. Lalu pada kolom dimasukkan silika gel yang ditambahkan dengan N-heksan sampai mengisi ½ bagian kolom yang digunakan. Kemudian untuk silika gel yang lainnya diletakkan pada cawan petri (1 sudip saja) lalu ditetesi dengan sampel sampai warnanya berubah seperti sampel, kemudian dimasukkan ke dalam kolom dan ditambahkan pelarut. Di sinilah kromatografi kolom akan berlangsung dan pengamatan dimulai sehingga mendapatkan data yang dipaparkan di bab sebelumnya. Nah, pelarut atau eluen yang digunakan pada setiap sampel untuk kromatografi kolom ini berbeda-beda karena divariasikan.
Pada sampel pertama yaitu ekstrak naga. Dimana pada ekstrak ini digunakan eluen atau pelarut dari campuran N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 8:1. Setelah sampel dan pelarut dimasukkan ke dalam kolom dan ditunggu-tunggu sampai pelarutnya turun ternyata tidak turun juga, sehingga praktikan berinisiatif untuk mengganti perbandingan pelarut yag digunakan, yaitu dengan perbandingan 16:2. Nah pada perbandingan ini, sampel mau turun sebanyak 2 botol (masing-masng botol hanya terisi kira-kira ¼ bagian saja), kemudian pelarut ini habis sehingga ditambahkan lagi pelarut dengan perbandingan 16:2 dan akhirnya sampel turun ½ nya (didapatkan 2 botol dengan ¼ bagian terisi), lalu pelarut habis dan dibuat lagi dengan perbandingan 5:1 dan turun lagi sedikit-sedikit (didapatlkan 1 botol dengan isi yang sama pada kedua botol pertama). Berdasakan percobaan yang dilakukan, didapatkan 5 botol hasil kolom pada sampel ini dengan warna larutan bening.
Pada sampel kedua yaitu bayam dengan menggunakan pelarut atau eluen campuran N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 5:10 didapatkan hasil bahwasannya sampel yang digunakan mau turun. Dimana pada botol pertama didapatkan larutan bewarna bening, kemudian pada botol yang kedua didapatkkan warna larutan hijau, pada botol yang ketiga didapatkan  warna larutan yang hijau juga namun hijaunya lebih pudar dibandingkan dengan warna hijau pada botol kedua. Kemudian botol keempatnya bewarna bening dan pada botol kelimanya juga bewarna bening. Jumlah larutan yang dihasilkan pada kolom ini adalah 5 botol dengan warna yang berbeda di tiap botolnya.
Pada sampel ketigayaitu nanas yang menggunakan pelarut atau eluen campuran kloroform dan metalon dengan perbandingan 3:1 dan didapatkan hasil berupa larutan bewarna bening pada botol pertama. Kemudian dilanjutkan lagi proses kolom pada botol kedua dan didapatkan hasil berupa larutan bewarna agak keruh kuning hal tersebut dikarenakan silika gel yang digunakan pecah. Kemudian kami lanjutkan pada botol ketiga, dimana didapatkan larutan bening. Jadi pada sampel ekstrak nanas ini didapatkan hanya 3 botol dengan warna yang berbeda.
Pada sampel keempat yaitu bunga kertas digunakan eluen atau pelarut tunggal yaitu kloroform saja. Dimana didapatkan hasilnya berupa larutan bewarna bening pada botol pertama, kemudian pada botol kedua didapatkan larutan yang terdapat seperti minyak (jumlah minyaknya sedikit). Kemudian dilanjutkan kolom ini dan pada botol ketiga didapatkan larutan sedikit keruh. Lalu pada botol keempat didapatkan larutan itu bening begitu juga pada larutan yang terdapat di botol kelima, bening. Kemudian saat diperhatikan tenyata pada silika gel muncul warna kehijauan tapi ketika kami tambahkan pelarut warna hijau tersebut menghilang. Jumlah botol yang dihasilkan pada kolom bunga kertas ini adalah lima botol dengan warna berbeda.
Pada sampel kelima yaitu semangka yang menggunakan pelarut campuran N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 3:2  didapatkan hasilnya berupa sampel yang ada pada kolom langsung turun dan didapatkan larutan sampel pada botol pertama bewarna bening. Kemudian kolom dilanjutkan pada botol yang kedua, dimna di sini sampel makin turun dibanding saat proses kolom di botol pertama tadi. Botol kedua ini bewarna kuning pudar. Selanjutnya kami mengganti botol penampung sampel, yaitu botol ketiga. Di sini kami mendapatkan lariutan bewarna bening. Pada percobaan kolom semangka ini kami mendapatkan hasil kromatografi kolom sebanyak 3 botol dengan warna yang berbeda.
Pada sampel keenam yaitu wortel dengan menggunakan pelarut campuran N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 3:2 didapatkan hasil berupa larutan sampel bewarna bening pada botol yang pertama, kemudian larutan bewarna kuning pada botol yang kedua dan terakhir larutan bewarna bening pada botol ketiga. Hasil kolom yang didapatkan pada kromatografi kolom untuk ekstrak wortel ini hanya 3 botol dengan warna yang berbeda juga.
Pada sampel ketujuh yaitu pepaya digunakan pelarut atau eluen N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 3:1 dimana pada botol pertama larutan bewarna bening, sampel sudah mulai turun. Kemudian pada botol kedua bewarna kekuningan (sampelnya sudah turun dan menetes), pada botol ketia bening dan keempat juga bening. Jadi di sini kami mendapatkan hasil kolom sebanyak 4 botol
Pada sampel kedelapan yaitu kentang dengan menggunakan pelarut atau eluen campuran kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:1 didapatkan hasil berupa larutan bewarna bening pada botol pertama, lalu botol kedua bewarna seperti minyak sayur keruh dan pada botol keempat serta botol keempat bewarna bening. Jadi pada kolom ini kami mendapatkan hasil kolom sebanyak 4 botol.
Pada sampel kesembilan yaitu tomat yang menggunakan pelarut campuran N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 3:1 didapatkan hasil berupa sampel yang turun ke bawah. Pada botol pertama bewarna bening, lalu bewarna kemerahan pada botol yang kedua,, lalu bewarna bening juga pada botol yang ketiga. Jadi pada kolom ini didapatkan hasil kolom sebanyak 3 botol.
Pada sampel kesepuluh yaitu bunga sepatu yang menggunakan pelarut atau eluen N-heksan dan Etil asetat dengan perbandingan 3:1 didapatkan hasil berupa larutan bewarna bening pada botol pertama, kemudian pada botol kedua didapatkan larutan bewarna keruh dan pada botol ketiga didapatkan larutan bewarna keruh namun tidak sekeruh botol kedua. Di sini hasil kolomnya didapatkan sebanyak 3 botol.
Setelah proses kolom tersebut dilanjutkan dengan uji TLC dengan menggunakan plat yang baru (bukan plat bekas percobaan pertama). Dimana botol-botol yang didapatkan pada kromatografi kolom tersebut ditambahkan metanol 1 tetes pada tiap botol. Kemudian yang sudah ditetesi tadi kita totolkan pada plat TLC yang sudah kita sediakan. Satu plat digunakan untuk satu sampel jadi jumlah totolannya sebanyak botol yang kita dapatkan beserta sampelnya. Untuk angka 1 (totolan sampel), angka 2(totolan botol 1) dan selanjutnya. Setelah itu plat diletakkan dalam Chamber berisi pelarut (eluen) N-heksan dan Etil asetat. Langkah ini dilakukan untuk semua sampel dan larutan hasil kromatografi kolom. Percobaan TLC ini pertama kali dilakukan pada ekstrak bayam dan hasil kolomnya bukan pada buah naga. Hal itu dikarenakan ekstrak naga gagal melalui kromatografi kolom. Pada bayam ini, TLCnya ada 6 totolan (sampel+5 botol) didapatkan hasil berupa tidak adanya noda yang bergerak, yang ada hanya perubahan warna dimana totolan pertama, kedua dan ketiga berubah menjadi warna cream. Selanjutnya pada sampel nanas didaptkan hasil TLCnya tidak bewarna dan tidak bergerak nodanya. Kemudian pada sampel bunga kertass didapatkan hasil TLCnya berupa krutnya bergerak panjang dan padda bagian tengahnya bewarna ungu. Lalu pada sampel dan botol semaangka hasil TLCnya berupa krut yang bergerak dan bewarna kuning. Pada sampel wortel didapatkan hasil TLC krutnya bergerak dan memiliki warna kuning serta perbedaan pergerakan (botol 1 tidak bergerak tapi bewarna cream, botol 2 tidak bergerak bewarna cream, botol ketiga tidak ada).  Pada sampel pepaya TLCnya didapatkan hasil krutnya bergerak warna keorenan (botol 1: tidak bergerak, botol 2:gerak digaris cream pudar, botol 3: gerak bewarna cream pudar, botol 4: tidak gerak dan bewarna cream pudar). Pada sampel kentang krutnya tidak bergerak tetapi ada warna abu-abu seperti pensil. Pada tomat TLCnya didapatkan pergerakan noda pada botol 3 dan bewarna abu-abu. Terakhir pada sampel bunga sepatu didapatkan krut tidak bergerak tetapi berubah warna menjadi warna cream pudar.
X. Pertanyaan Pasca
1. Apa tujuan penambahan (penetesan) N-heksan pada kolom?
2. Mengapa pada percobaan kromatografi kolom ekstrak naga sampelnya tidak mau turun?
3. Apa yang menyebabkan silika gel pecah pada kolom nanas?

XI. Kesimpulan
          Adapun kesimpulan setelah dilakukannya percobaan ini, yaitu :
1. Pemisahan secara kromatografi ini memiliki pengertian yaitu pemisahan suatu zat aktif yang ada atau terkandung dalam suatu sampel berdasarkan kemampuan bergeraknya fasa diam dan fasa gerak.
2. Jenis-jenis kromatografi yang pertama kromatografi kolom, kemudian kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis serta yang lainnya.
3. Kromatografi kolom berlangsung berdasarkan kemampuan adsorbsi dan juga partisinya dimana komponen yang diuji (sampelnya) secara selektif akan terpartisi pada eluan dan juga lapisan cairan tipisnya yang terikat pada padatan pendukung innert.
4. Kromatografi lapis tipis ini memiliki prinsip kerja berupa pemisahan sampel yang dilakukan berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dan pelarut (eluen) yang digunakan.

XII. Daftar Pustaka
Alimin, dkk. 2007. Buku Dasar Kimia Analitik. Makassar : Allaudin Press.
Syamsurizal (2019, 10 April). SintesisAseton. Dikutippadatanggal16 April 2019 di kimiaorganik :http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/.
Takeuchi, Yoshito. 2009. Kromatografi. www.chem-is-try.org.
Tim Kimia Organik I. 2016. Penuntun Kimia Organik I. Jambi :Universitas Jambi.
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga: Jakarta.

XIII. Lampiran
1. Proses Impreknasi

2. Proses TLC

3. Proses Pemadatan Silika Gel

4. Proses Kromatografi Kolom Ekstrak Buah Semangka

5. Proses Kromatografi Kolom Ekstrak Buah Naga